close× Telp +62 761 45505
close×

Index Berita

Kemenparekraf Wacanakan Insentif Lanjutan Untuk Industri Perfilman

Politik dan PemerintahanShort url: https://www.riau.go.id/s-6336
Rabu, 07 Jun 2023

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kembali mewacanakan insentif bagi industri perfilman, mulai dari promosi hingga pajak. Isu pajak yang dihadapi pelaku industri perfilman dinilai kompleks.

JAKARTA, KOMPAS?—?Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf mewacanakan skema insentif untuk mendukung kelangsungan industri perfilman nasional. Skema yang tengah dibahas antara lain berupa promosi dan insentif pajak untuk menutup ongkos produksi film.

”Kami sudah mengajukan anggaran (kepada Kementerian Keuangan) untuk keperluan insentif bagi industri perfilman. Skema insentif kami pilih agar memudahkan proses produksi,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno, di Jakarta, Selasa (6/6/2023), saat ditanya tentang kelanjutan dukungan pemerintah setelah pandemi Covid-19 mereda. Sebelumnya, pemerintah mengucurkan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN), termasuk di bidang perfilman.

Sandiaga memberikan ilustrasi, apabila ada film yang diproduksi di destinasi pariwisata, film itu secara tidak langsung mendukung promosi industri pariwisata. Maka, pemerintah akan memberikan insentif bukan hanya berkaitan dengan biaya promosi atau produksi, tetapi juga rebate/pajak yang didapat untuk menutup biaya produksi. Sejauh ini, dana untuk insentif masih menunggu persetujuan Kementerian Keuangan.

Sejumlah kaum muda Kota Makassar yang bergabung dalam Class of Acting (Casting) berlatih peran di pekarangan Benteng Rotterdam, Makassar, Sulsel, Kamis (19/10).

Sejumlah kaum muda Kota Makassar yang bergabung dalam Class of Acting (Casting) berlatih peran di pekarangan Benteng Rotterdam, Makassar, Sulsel, Kamis (19/10) (KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI)

Sandiaga mengeklaim, dana PEN untuk sektor perfilman tahun 2021–2022 menjadi stimulus yang positif bagi industri perfilman nasional. Contoh nyatanya adalah, tahun 2022, jumlah penonton film Indonesia tembus sekitar 54 juta penonton. Jumlah ini pertama kalinya dalam sejarah perfilman Indonesia.

”Kami akan sangat mendorong agar destinasi-destinasi pariwisata unggulan bisa ditampilkan dalam film. Akan tetapi, skema insentif (jika jadi diterapkan) akan berlaku ke semua film, tidak harus yang bertema mengangkat suatu destinasi pariwisata,” katanya.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/xQJuQgoBoFt4SjuQIo_Mx1C0124=/1024x974/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F02%2F3f212b89-8ac0-45e2-bf37-0b891bf1fa70_png.png

Sebelumnya, saat pandemi Covid-19 tahun 2021, dana PEN yang digelontorkan untuk pekerja film mencapai sekitar Rp 116 miliar. Dana ini disalurkan kepada 125 rumah produksi dan komunitas perfilman, baik untuk film panjang, pendek, maupun dokumenter panjang atau pendek. Pemerintah menggunakan skema bantuan promosi, produksi, dan pascaproduksi pada saat menyalurkan dana tersebut.

Kemudian, pada 2022, dana PEN untuk industri perfilman tetap dikucurkan, tetapi nominalnya turun menjadi Rp 75 miliar. Dana ini dipakai pemerintah untuk membantu promosi film. Namun, sepanjang kebijakan dana PEN untuk industri perfilman berjalan pada saat itu, beredar pula kabar miring, misalnya soal dana yang terlambat cair.

Produser Chand Parwez Servia, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (6/6/2023), mengatakan, selama pandemi Covid-19, masyarakat takut pergi ke bioskop. Situasi ini memukul pelaku industri perfilman. Beberapa produksi sudah selesai atau akan diproduksi, tetapi harus menghadapi kebijakan pembatasan sosial. Keberadaan dana PEN merupakan salah satu yang membantu industri perfilman bertahan.

Keberadaan dana PEN merupakan salah satu yang membantu industri perfilman bertahan.

”Kami percaya insentif ataupun skema yang akan diputuskan pemerintah akan lebih menggairahkan industri perfilman. Menstimulasi berbagai aktivitas produksi film yang lebih baik,” ujarnya.

Apabila skema insentif yang akan ditetapkan berkaitan dengan pajak, Chand menyatakan, pemerintah bisa menelaah beberapa masalah perpajakan yang dialami oleh pelaku industri perfilman. Sebagai contoh, pungutan pajak di daerah, seperti pajak hiburan dan pajak tontonan. Persentase pungutan di setiap daerah relatif masih terjadi perbedaan. Contoh lain adalah pajak lisensi film yang dikenakan ke nilai jual, bukan kepada keuntungan yang diperoleh.

”Beberapa negara sudah menerapkan insentif pajak untuk mendukung kemajuan industri perfilman. Apabila ada rumah produksi shooting, pemerintah akan mengembalikan pajak sepanjang bisa membuktikan data belanja produksi,” kata Chand.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/nH1Jkvd0_q4_aQKofVm94mL3RMo=/1024x654/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F03%2F29%2F20210329-LHR-Industri-film-Grafik2-mumed_1617025574_png.png

Sementara itu, pegiat film dokumenter, Amelia Hapsari, mengatakan, wacana pemberian insentif pajak bagi pelaku industri perfilman bukan hal baru. Beberapa tahun lalu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sempat mengusulkan insentif berupa pengurangan pajak 25 persen bagi swasta yang mau mendanai/produksi suatu film.

Akan tetapi, kebijakan itu susah dijalankan. Proses pemotongan pajak diduga tidak jelas. Insan perfilman kesulitan mencari perusahaan yang mau menyumbang.

”Apabila produser atau lembaga nonprofit di bidang perfilman tidak punya kapasitas lebih, bagaimana mungkin bisa meyakinkan orang-orang kaya untuk menyumbang, apalagi di produksi film dokumenter. Belum lagi harus membantu swasta agar pajaknya benar-benar dipotong,” ujar Amelia.

Di Finlandia, misalnya, sebagian pajak karcis bioskop digunakan untuk mendanai pengembangan karya dan sebagian pajak dari penjualan rekaman musik dipakai mendanai koperasi seniman.

Menurut dia, jika mau serius mendukung seni budaya yang independen, pemerintah bisa mengikuti cara negara lain. Di Finlandia, misalnya, sebagian pajak karcis bioskop digunakan untuk mendanai pengembangan karya dan sebagian pajak dari penjualan rekaman musik dipakai mendanai koperasi seniman.

Lalu, semua anak sekolah diajak menonton bioskop dengan harga diskon pada hari-hari tertentu sehingga mereka mudah memiliki pandangan terhadap sinema-sinema dunia. Pajak tiket menonton mereka itu diambil sebagian oleh pemerintah untuk mendanai produksi film yang tidak bisa didanai oleh swasta.


Editor: MUKHAMAD KURNIAWAN
Sumber: www.kompas.id
Download File