close× Telp +62 761 45505
close×

Index Berita

499 Hektare Lahan Terbakar

Politik dan PemerintahanShort url: https://www.riau.go.id/s-236
Kamis, 24 Jul 2014

24 Juli 2014 - 03.29 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Hot spot (titik panas) di Riau masih saja bertambah meski upaya pemadaman terus dilakukan. Hingga Rabu (23/7) kemarin tercatat 160 titik api dan sebanyak 499 hektare lahan terbakar di Riau. Dari seluruh lahan yang terbakar, berhasil dipadamkan seluas 429 hektare. Sebanyak 306 personel TNI dan Polri dikerahkan untuk memadamkan api. Modifikasi cuaca dan water boombing dari udara juga masih terus dilakukan.

‘’Namun upaya ini akan kurang memberikan manfaat jika masih ada pembiaran pembakaran di lapangan. Jika tidak segera diantisipasi, maka hot spot dapat terus meningkat. Masyarakat pun berhari raya dalam suasana dikepung asap lagi,’’ kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Rabu (23/7).

Menurut dia, berdasarkan pantauan satelit Terra dan Aqua tercatat 286 hot spot di Sumatera. Sedangkan  di Riau, Rabu (23/7) 160 hot spot. Di antaranya, di Rohil 94 titik, Rohul enam titik, Inhil empat titik, Pelalawan 16 titik, Inhu 12 titik, Bengkalis delapan titik, Dumai sembilan titik, Kuansing tujuh titik, Rohul  enam titik, Inhil empat titik, Kampar dua titik dan Siak dua titik. ‘’Jarak pandang di Pelalawan 2 Km dan Rengat 5 Km karena terhalang oleh asap,’’ terangnya.Disebutkan Sutopo, lebih dari 70 persen kebakaran terjadi di luar kawasan hutan. Penyebab karhutla 99 persen adalah disengaja atau akibat ulah manusia. Dampak yang ditimbulkan akibat karhutla tentu sangat besar.

Untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berulang kali terjadi di Provinsi Riau yang beberapa tahun terakhir ini, tidak hanya penegakan hukum yang tegas namun juga keras bagi siapa saja dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat mengganggu kenyamanan dan lingkungan masyarakat. ‘’Perlu penegakan hukum yang keras untuk mengatasi karhutla di Riau,’’ ujar Sutopo.

Ditambahnya, menurut Polda Riau dan Bareskrim Polri motif pembakaran di kebun pribadi adalah alasan ekonomi. Ada juga yang disuruh pemilik lahan dengan upah Rp500.000-750.000 untuk lahan rata-rata seluas 10 hektare.

Pembakaran ini dilakukan oleh kelompok yang terorganisir dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru yang mudah dan murah. Ini dilakukan dengan memanfaatkan konflik penguasa adat dan pemerintah. ‘’Umumnya perusahaan tidak ada yang mengakui membakar dan tidak mampu menangani kebakaran di arealnya karena minimnya peralatan,’’ ungkapnya.

Sedangkan modusnya masih kata Sutopo, areal yang dibakar jauh dari permukiman karena lemahnya pengawasannya. Dilakukan saat musim kering, yang dimulai dengan membakar ranting-ranting yang ada. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan ban bekas yang dipotong-potong diberi minyak lalu dibakar. Setelah dibakar lalu ditinggalkan.

‘’Waktu membakar pagi hingga sore hari. Kelompok yang membakar melalui koperasi bekerja sama dengan batin (kepala adat) dan kepala desa/lurah. Kemudian lurah mengeluarkan SKT (surat keterangan tanah) per 2 hektare sesuai dengan jumlah orang dari daftar nama-nama anggota koperasi yang akan memperoleh 2 hektare per orang,’’ ulas Sutopo. Dia juga meminta agar kondisi seperti ini sudah diketahui pemda. Dan seharusnya pemda dapat mencegah karhutla di wilayahnya.