close× Telp +62 761 45505
close×

Index Berita

Riau "Masih Siaga" Banjir

Politik dan PemerintahanShort url: https://www.riau.go.id/s-358
Senin, 24 Nov 2014

24 November 2014 - 08.18 WIB


Sebagian wilayah di Indonesia baru memasuki musim hujan. Berbeda dengan daerah Riau yang telah memasuki puncak musim hujan 2014. Beberapa daerah di nusantara kedatangan “tamu’ tahunan: banjir. Tak terkecuali di daerah Riau.

Curah hujan yang tinggi dan adanya air pasang (rob) hanyalah faktor dari alam penyebab terjadinya banjir. Sementara banyak faktor dari manusia (antropogenik) yang dapat mempengaruhi terjadinya banjir. Faktor-faktor antropogenik itu berpengaruh terhadap bisa tidaknya air hujan mengalir dengan lancar. Secara alami, air hujan yang turun ke tanah akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada ke arah yang lebih rendah.

Faktor-faktor antropogenik yang paling berpengaruh terjadinya banjir yaitu perubahan tata guna lahan, penyumbatan oleh sampah yang dibuang sembarangan, keberadaan kawasan kumuh di sepanjang sungai, pengaruh dari penurunan tanah akibat tingginya pembangunan, serta tidak berfungsinya bendungan atau bangunan pengendali banjir. Faktor-faktor inilah yang seharusnya dikaji ulang sebagai langkah penanggulangan bencana banjir.

Informasi Belum Digunakan Secara Maksimal?
Jika saja kita mau memanfaatkan informasi dengan benar, mungkin saja kejadian banjir yang merendam ratusan rumah di Desa Tandun, Kabupaten Rohul, tidak separah itu. Sebab, sejak Agustus 2014 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis “Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 di Indonesia” dan “Peta Daerah Potensi Banjir” di seluruh Indonesia. Melalui rilis BMKG ini telah disebutkan bahwa, beberapa daerah di Riau berpotensi banjir termasuk daerah Desa Tandun.

Belajar dari kejadian yang telah ada, maka perlu mengantisipasi terjadi bencana hidrometeorologis berikutnya baik banjir maupun longsor. Daerah mana saja yang masih memiliki potensi banjir hingga Desember 2014 nanti? Berdasarkan rilis yang BMKG keluarkan, berikut daerah-daerah di Provinsi Riau yang masih memiliki potensi banjir kategori “menengah” hingga Desember nanti : Bangkinang, Bangko, Batang Tuaka, Bengkalis, Bukit Ratu, Bukit Kapur, Bukit Raya, Cerenti, Dumai Barat, Dumai Timur, Gaung Anak Serka, Kampar, Kampar Kiri, Kateman, Kepenuhan, Kuala Indragiri, Kuala Kampar, Kuantan Hilir, Kuantan Mudik, Kuantan Tengah, Kuntodarussalam, Mandah, Mandau, Pasir Penyu, Peranap, Rambah, Rengat, Rokan IV Koto, Rumbai, Rupat, Sail, Seberida, Siak Hulu, Singingi, Tampan, Tandun, Tembilahan, Tembusai, dan XIII Koto Kampar.

Untuk meminimalisir potensi kerugian akibat bencana hidrometeorologis pada puncak musim hujan kali ini, maka sudah selayaknya semua pihak (masyarakat dan pemerintah daerah) mengambil langkah antisipatif secepat mungkin. Kita tidak ingin banyak harta yang hilang, kita juga tidak pernah berharap ada nyawa yang melayang akibat kemungkrahan alam yang sudah tidak bersahabat.

Tidak Ada Kata Terlambat
Informasi dari instansi terkait ada baiknya dimanfaatkan untuk langkah-langkah antisipatif meliputi adaptasi dan mitigasi bencana hidrometeorologis. Seperti BMKG memberikan pelayanan informasi cuaca hingga peta-peta potensi bencana banjir yang dapat diakses secara langsung melaluli website resminya www.bmkg.go.id. Setelah mendapat informasi tersebut, banyak hal yang dapat dilakukan, seperti pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan bangunan pengendali banjir (bendungan/dam atau sumur resapan) serta kondisi sungai.

Kerja bakti di sekitar lingkungan sejak dini merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh. Hal ini dapat dilakukan di hari libur bagi warga yang padat akan aktivitas. Membuang sampah pada tempatnya adalah hal yang mudah dilakukan, namun sering dilupakan. Ini merupakan bukti masih kurangnya kesadaran kita terhadap lingkungan. Program 3M harus digalakkan lagi, selain bisa mencegah penyakit DBD, program ini juga bisa mencegah genangan atau banjir.

Dalam banyak kasus bencana banjir dan longsor, sering kali curah hujan tinggi, cuaca ekstrem selalu dikambinghitamkan. Namun, kitapun tak bisa menutup mata, bahwa semua ini akibat rusaknya keseimbangan alam. Salah satunya akibat perbuatan manusia semisal illegal logging (pembalakan hutan). Sudah sepatutnya kita menyadari bersama untuk segera menghentikan secara total praktik illegal logging. Sadar atau tidak sadar kita akan mewarisi bencana yang terus menerus kepada anak cucu kita akibat praktik haram ini.