close× Telp +62 761 45505
close×

Index Berita

Seminar Akhir Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Riau

Politik dan PemerintahanShort url: https://www.riau.go.id/s-848
Rabu, 21 Okt 2015

Bappeda Provinsi Riau pada tahun 2015 melaksanakan Kegiatan Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Riau, dengan salah satu komponen kegiatan ialah Penyusunan  Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Riau. Dasar hukum Penyusunan Strategi Pananggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Riau adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dimana dalam melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan melaksanakan fungsi untuk pengordinasian penyusunan SPKD Provinsi sebagai dasar penyusunan program/kegiatan bidang penanggulangan kemiskinan.

Pada tanggal 22 September 2015, telah dilaksanakan Seminar akhir SPKD Provinsi Riau bertempat di ruang rapat Bappeda Provinsi Riau dengan mengundang Bappeda Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau, instansi lingkup Pemerintah Provinsi Riau, perguruan tinggi serta pelaku usaha. Pada seminar tersebut, dipaparkan hasil evaluasi APBD terhadap penanggulangan kemiskinan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan serta prioritas intervensi kebijakan sesuai dengan determinan/masalah pokok dari kemiskinan tersebut.

Determinan kemiskinan secara umum terkait dengan ketidakmerataan akses terhadap pendidikan, kesehatan, akses terhadap infrastruktur dasar, akses terhadap aset produktif, dan rendahnya tingkat investasi swasta dan kewirausahaan. Analisa dilakukan dengan menilai pada 3 (tiga) aspek:

  1. Relatifitas capaian kinerja Provinsi Riau terhadap capaian nasional, yang menggambarkan kondisi kinerja Provinsi Riau dibandingkan dengan capaian nasional

  2. Trend dan efektivitas program terhadap capaian target kinerja, yang menggambarkan kecendrungan perbaikan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya. Jika terjadi perbaikan kinerja dibandingkan tahun sebelumnya, maka dinilai suatu program

  3. Relevansi program dalam mendukung capaian target nasional. Suatu program daerah dapat dinilai relevan, jika program tersebut memiliki kontribusi/ daya ungkit terhadap pencapaian target nasional. 

Berikut adalah tabel hasil analisa terhadap determinan kemiskinan tersebut.

1.    Bidang Pendidikan

Image title

2. Bidang Kesehatan

Image title

3. Bidang Infrastuktur (Prasarana) Dasar

Image title

4. Bidang Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan

Image title

5. Bidang Ketahanan Pangan

Pada bidang ini terdapat 2 (dua) indikator utama yang perlu diperhatikan. Kedua indikator tersebut adalah perkembangan harga beras (persentase rata–rata perkembangan harga beras) dan persentase perkembangan harga kebutuhan pokok bahan non–pangan.

Perkembangan rata-rata harga beras pada tahun 2014 di provinsi Riau yaitu senilai Rp. 10.832,45/kg, sementara rata-rata nasional adalah Rp. 9.478,02/kg. Dari data tersebut menunjukkan bahwa harga kebutuhan pokok berupa beras di Provinsi Riau 14,29% lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.

Dari analisa terhadap masing-masing determinan kemiskinan tersebut serta evaluasi terhadap pelaksanaan APBD Provinsi Riau, maka dirumuskannlah strategi dan arah kebijakan pembangunan dalam rangka pemenuhan target pengentasan kemiskinan, dengan mengarah pada:

  1. Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin melalui pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar dan penciptaan peluang pekerjaan dengan pengembangan kewirausahaan dan pemenuhan kebutuhan pangan. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai kelanjutan pengentasan kebodohan dengan tujuan:

    a)  mewujdkan daerah yang memiliki sumber daya manusia handal dengan produktifitas tinggi yang bermartabat dan berkeadilan 

    b) meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, dengan strategi meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan, kesempatan berusaha, mendorong berkembangnya iklim pendidikan non formal yang berkualitas, membangun sarana dan prasarana pendidikan dan membangun sarana dan prasarana kesehatan.

  2. Memperkuat keseimbangan pembangunan antar-wilayah sebagai kelanjutan pembangunan infrastruktur dengan tujuan:

    a)  menyediakan infrastruktur wilayah yang mampu mendukung aktifitas sosial ekonomi masyarakat

    b) mewujudkan pemerataan dan kesimbangan pembangunan antar wilayah dengan strategi meningkatkan kondisi kualitas infrastruktur perkotaan, jalan dan jembatan, memelihara kawasan tangkapan air dan saluran irigasi, pemanfaatan sumber energi terbarukan di kawasan terpencil dan membangun infrastruktur pedesaan.

  3. Meningkatkan pembangunan perekonomian berbasis potensi sumber daya daerah dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui penguatan koperasi dan UKM sebagai kelanjutan pengentasan kemiskinan.

  4. Meningkatkan ketahanan pangan dan daya beli masyarakat melalui:

    a)  pengembangan aktifitas ekonomi berbasis potensi lokal, 

    b)  mendayagunakan sumber daya pertambangan dan energi (fosil dan terbarukan), kehutanan dan pertanian dengan cerdas, arif, dan bijaksana untuk kepentingan masyarakat, 

    c)  meningkatkan kesetaraan gender dalam kesempatan berusaha

    d) menumbuhkembangkan usaha kecil menengah (UKM) dan koperasi yang profesional, dengan strategi mendorong pembangunan kawasan agropolitan serta peningkatan ketahanan pangan antara lain melalui peningkatan pruduksi dan produktifitas PAJALE, mendorong tumbuhya agro teknologi, meningkatkan kerjasama pengelolaan sumber daya alam untuk pembangunan masyarakat, meningkatkan kerjasama perdagangan, membina kelompok usaha wanita mandiri, mendorong minat koperasi dalam pengembangan ekonomi sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan serta memfasilitasi kerjasama jaringan usaha koperasi dan UKM.

  5. Meningkatkan peran masyarakat dan kelembagaan di pedesaan dalam pembangunan dengan tujuan:

    a)  meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa

    b) mewujudkan desa mandiri dengan strategi mendorong penguatan kelembagaan ekonomi pedesaan dan  mendorong masyarakat menjadi pelaku ekonomi pedesaan

Selanjutnya kegiatan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan sangat diperlukan, terutama ditingkat lokal atau komunitas dengan prakarsa dari masyarakat itu sendiri. Untuk itu dapat diberikan pendampingan dan/atau advokasi oleh Sekretariat TKPK maupun oleh LSM yang memiliki kompetensi dalam penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu dilandasi oleh kejujuran, motivasi dan kesungguhan yang kuat dari para pelaku.